Ramadan adalah bulan agung dan sakral. Maka dari itu, Allah memerintahkan manusia untuk wajib berpuasa dan menjauhi hal-hal yang dapat membatalkannya. Bagi yang melanggar, maka ada denda yang disebut sebagai kafarat. Lantas, bagaimana jika melakukan dosa seperti zina di bulan Ramadan saat sedang berpuasa di siang hari?
Zina merupakan dosa besar, baik dilakukan di luar bulan Ramadan atau saat umat Islam sedang berada di waktu berpuasa, yakni dimulai dari azan subuh hingga azan maghrib. Bersetubuh di waktu puasa Ramadan adalah hal yang membatalkan puasa. Jika melanggar, maka suami atau pihak laki-laki wajib membayar kafarat jimak.
Dalam bahasa Arab, kafarat memiliki arti ‘menutupi’ dosa. Secara praktik, kafarat adalah tebusan atau denda yang wajib dibayar oleh seseorang karena melanggar perintah Allah SWT, seperti dikutip dari zakat.or.id. Terdapat 6 kelompok pelanggaran yang wajib ditebus dalam bentuk kafarat, yaitu pembunuhan, jimak (zina saat sedang waktu puasa di bulan Ramadan), zihar, tidak melaksanakan nazar, suami bersumpah untuk tidak menafkahi istri, dan membunuh binatang atau tanaman saat ihram.
Setiap pelanggaran memiliki ketentuan kafarat yang berbeda. Untuk kafarat jimak yang disebabkan oleh zina di bulan Ramadan, Ustadz Zul Ashfi Abu Fairouz dari Dompet Dhuafa menjelaskan bahwa pada dasarnya kafarat jimak saat berpuasa di bulan Ramadhan berdasarkan ketentuan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada sahabatnya yang berjimak di siang hari di bulan Ramadhan. Berikut dari hadis Abu Hurairah:
1.Memerdekakan seorang budak. Akan tetapi, bila tidak mampu
2.Berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa putus. Namun bila tidak mampu juga, maka
3.Membayar kafarat dengan memberikan makan kepada 60 orang fakir miskin, utamanya ada di lingkungan kita.
Bila kesulitan karena tidak mampu mendata dan mencari 60 orang fakir miskin, maka dapat diwakilkan oleh pihak ketiga, dalam hal ini lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa dapat diamanahi untuk melakukannya karena memiliki data orang-orang yang berhak menerima bantuan.
Lalu, kadar kafarat memberi makan untuk masing-masing orang adalah sebanyak 1 Mud makanan pokok, seperti beras. Takaran 1 Mud sekitar 750 gram. Dengan demikian, beras yang digunakan adalah sebanyak 45 kilogram. Ini berdasarkan hitungan dalam madzhab syafi’i yang mewajibkan makanan pokok.
Jika kesulitan menunaikan kafarat dengan makanan pokok, maka madzhab hanafi membolehkan dalam bentuk uang. Tentunya juga mengikuti kepada kadar kafarat dalam madzhab ini, yaitu 1 Shaa atau 3,25-3,8 kilogram untuk satu orang penerima dengan total 195 kilogram. Bila harga beras rata-rata Rp10.000/kg, maka 3,25 kg= 32.500 per orang. Dengan begitu totalnya adalah 60 x 32.500 = Rp1.950.000
Meskipun dalam madzhab hanafi dibolehkan membayar dengan nilai uang, namun lebih utama menggunakan pandangan mayoritas ulama, yaitu dengan makanan pokok. Selain itu, pembayaran kafarat dalam bentuk makanan dapat dicicil yang penjelasan selengkapnya ada di tautan ini.
Lalu, waktu membayar kafarat jimak dilakukan hingga sebelum bertemu bulan Ramadhan di tahun berikutnya. Artinya, selama 11 bulan pelanggar dapat menunaikan kafarat hingga batas akhir maksimal di bulan Syaban.